www.radarharian.id – Abolisi dan amnesti merupakan konsep penting dalam hukum yang berkaitan dengan penghapusan konsekuensi hukum pidana. Kedua istilah ini diberikan hak khusus kepada Presiden dan diformulasikan dalam konstitusi, meskipun keduanya memiliki makna serta dampak hukum yang berbeda.
Pemberian abolisi dan amnesti oleh presiden dapat mempengaruhi nasib sejumlah individu yang tengah menghadapi proses hukum. Melalui keputusan ini, Presiden memiliki kekuatan untuk memberikan kesempatan kedua bagi mereka yang dianggap layak.
Pada 30 Juli 2025, Presiden Prabowo Subianto telah resmi mengeluarkan keputusan untuk memberikan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, dan amnesti kepada Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto. Keputusan ini telah mendapatkan persetujuan dari DPR, yang menunjukkan pentingnya kolaborasi antara eksekutif dan legislatif dalam mengambil keputusan penting.
Keputusan presiden ini tertera dalam Surat Presiden dan mendapat pertimbangan dari DPR. Hal ini menunjukkan relevansi mekanisme check and balance dalam menjalankan hak prerogatif Presiden.
Meski terlihat mirip, abolisi dan amnesti memiliki perbedaan yang signifikan. Oleh karena itu, penting untuk memahami definisi, dasar hukum, dan implikasi dari kedua istilah ini.
Memahami Definisi Abolisi dalam Hukum Pidana
Abolisi merupakan hak prerogatif Presiden yang diatur dalam UUD 1945. Dengan abolisi, Presiden dapat menghapus segala konsekuensi hukum dari putusan pengadilan terhadap individu tertentu.
Ini artinya, seseorang yang mendapatkan abolisi bisa sepenuhnya dibebaskan dari hukuman, bahkan jika hukuman tersebut sudah dijalani. Proses hukum terhadap individu tersebut juga dapat dihentikan sepenuhnya.
Dalam konteks ini, abolisi juga dapat berlaku pada tahap proses hukum yang berbeda. Misalnya, jika seseorang telah dijatuhi hukuman penjara, penghapusan hukuman tersebut dapat dilakukan melalui keputusan Presiden.
Mendalami Konsep Amnesti dalam Hukum Indonesia
Amnesti adalah hak prerogatif Presiden yang berfungsi untuk menghapus seluruh akibat hukum pidana terhadap individu maupun kelompok. Ini biasanya berlaku untuk tindak pidana tertentu yang diatur oleh pemerintah.
Amnesti menjadi relevan terutama bagi pelaku tindak pidana politik yang berpotensi mendapatkan penghapusan konsekuensi hukum baik sebelum maupun setelah proses pengadilan. Melalui amnesti, status hukum pelaku dapat dipulihkan secara penuh.
Proses pemberian amnesti juga harus mempertimbangkan pendapat DPR, sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (2) UUD 1945. Ini menegaskan pentingnya pengawasan legislatif dalam pengambilan keputusan eksekutif.
Dasar Hukum untuk Abolisi dan Amnesti di Indonesia
Pengaturan mengenai abolisi dan amnesti didasarkan pada Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954. Dalam undang-undang ini, dijelaskan bahwa amnesti menghapus semua akibat hukum yang ditimbulkan dari tindak pidana.
Selain itu, Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 menekankan bahwa pembuatan keputusan tentang abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR. Ini menjadi landasan untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil tidak bersifat sewenang-wenang.
Seseorang yang mendapatkan abolisi tidak akan menghadapi proses hukum lebih lanjut karena penuntutan terhadap mereka dihentikan. Oleh karena itu, abolisi memiliki dampak yang signifikan dalam mengakhiri proses hukum yang sedang berjalan.
Implikasi Pemberian Abolisi dan Amnesti kepada Individu Tercatat
Pemberian abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto memicu penghapusan seluruh proses hukum yang sedang dijalani oleh mereka. Hal ini menunjukkan bagaimana kebijakan publik dapat memengaruhi individu dengan cepat.
Proses ini juga memberikan kebebasan kepada individu-individu yang sedang menghadapi tekanan hukum. Namun, pelaksanaan keputusan tersebut tetap memerlukan Keputusan Presiden resmi.
Dalam konteks ini, keputusan tersebut menyentuh aspek hukum sekaligus sosial, mengingat kondisi masyarakat yang selalu dinamis. Dalam hal ini, menjadi penting untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan hak prerogatif Presiden.