www.radarharian.id – Pemilik rumah dengan status Hak Guna Bangunan (HGB) kini memiliki kesempatan untuk meningkatkan legalitas propertinya menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) melalui layanan resmi dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Langkah ini memungkinkan pemilik untuk mendapatkan kepastian hukum atas tanah mereka, yang pada gilirannya akan membuka peluang lebih luas dalam pengelolaan aset properti yang dimiliki.
Proses perubahan status dari HGB ke SHM bukan hanya memberikan jaminan kepemilikan tanah secara permanen, tetapi juga dapat berdampak positif terhadap peningkatan nilai aset. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami prosedur dan manfaat dari pengalihan status ini agar dapat memanfaatkan peluang yang ada.
1. Persyaratan dokumen yang diperlukan
Pembuka proses untuk mengubah status HGB menjadi SHM diawali dengan pengumpulan dokumen yang diperlukan. Pemohon harus menyiapkan formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani di atas materai oleh pemohon atau kuasa, serta surat kuasa jika proses diwakilkan.
Tidak kalah penting, pemohon juga harus menyertakan fotokopi KTP dan Kartu Keluarga, serta identitas kuasa jika ada. Dokumen lain yang diperlukan termasuk fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB tahun berjalan dan bukti pembayaran PNBP sebesar Rp 50.000 per sertifikat.
Untuk memastikan kelancaran proses, sertifikat HGB asli juga harus disertakan. Apabila pengajuan dilakukan untuk rumah tinggal dengan luas kurang dari atau sama dengan 600 m², IMB atau surat keterangan dari Kepala Desa/Lurah juga diperlukan. Selain itu, surat persetujuan dari kreditor diperlukan jika terdapat hak tanggungan.
Hal lainnya yang perlu disampaikan adalah pernyataan tidak sengketa serta penguasaan fisik atas tanah tersebut. Jika pemegang HGB bukan pemilik saat ini, proses balik nama perlu dilakukan dan akan dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Baca juga: Kebijakan baru dalam pengelolaan tanah meningkatkan hak milik warga
2. Alur proses pengajuan untuk mendapatkan SHM
Pengajuan untuk mengubah status ini dapat dilakukan dengan mengunjungi Kantor Pertanahan atau BPN setempat. Pemohon harus menyerahkan semua dokumen yang diperlukan di loket dan mengisi formulir pengajuan yang disediakan.
Setelah itu, pemohon harus melakukan pembayaran PNBP sebesar Rp 50.000 dan biaya lainnya yang mungkin timbul, seperti biaya pengukuran yang akan dilakukan oleh petugas. Pemohon wajib hadir saat pengukuran demi kelancaran prosesnya.
Dalam proses ini, pemohon juga harus membayar BPHTB serta biaya pengukuran tambahan dan konstatering report jika luas tanah lebih dari 600 m². Setelah semua proses administrasi selesai, SK Hak Milik dan SHM akan dicetak dan dapat diambil setelah sekitar 5 hari kerja.
3. Perkiraan biaya yang terkait dengan pengubahan status
Dalam proses pengajuan, terdapat berbagai biaya yang perlu diperhitungkan. Pertama, biaya PNBP adalah Rp50.000 per sertifikat, sesuai dengan PP 128/2015. Selain itu, BPHTB dihitung sebesar 5 persen dari (Nilai Objek Pajak Kena Pajak – Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak) yang bergantung pada nilai NJOP.
Sebagai contoh, jika tanah memiliki NJOP sebesar Rp 2 juta per m² dengan luas 200 m², maka biaya BPHTB dapat mencapai sekitar Rp 6,8 juta. Jika luas tanah lebih dari 600 m², biaya pengukuran akan berkisar Rp 292.000 untuk luas 800 m² dan konstatering report juga akan dikenakan biaya tambahan sekitar Rp 191.000.
Apabila pemohon membutuhkan jasa PPAT atau notaris, biayanya berkisar ± Rp 2 juta atau 0,5-1 persen dari nilai transaksi. Secara keseluruhan, total biaya yang dikeluarkan umumnya berkisar antara Rp 6-8 juta, tergantung pada luas dan kondisi tanah tersebut.
Baca juga: Prosedur dan biaya hak milik tanah yang perlu diketahui rakyat
4. Estimasi waktu proses administrasi permohonan
Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses administrasi di Kantor BPN umumnya kurang lebih 5 hari kerja setelah semua dokumen dianggap lengkap dan pembayaran telah dilakukan. Selama periode ini, pemohon disarankan untuk memantau proses agar mendapatkan informasi terbaru mengenai status permohonannya.
Kenapa penting untuk beralih dari HGB ke SHM? Salah satu alasan utama adalah kepemilikan yang bersifat permanen, yang tidak terbatas oleh waktu seperti HGB yang hanya berlaku untuk 30 tahun. Status SHM lebih memudahkan dalam hal pewarisan dan perdagangan, sekaligus meningkatkan nilai jual properti.
Selain itu, SHM juga memberikan kemudahan dalam akses pendanaan karena sertifikat ini dipandang lebih dapat diandalkan sebagai agunan untuk mendapatkan kredit. Dengan beralih dari HGB ke SHM, pemilik rumah dapat merasakan kepastian hukum terhadap tanah yang mereka miliki.
Memiliki status SHM memperkuat posisi hukum pemilik dalam berbagai urusan pertanahan, dan juga mampu meningkatkan nilai properti di pasar. Legalitas yang lebih kuat membuat properti lebih menarik bagi investor dan pembeli potensial, serta memudahkan proses administrasi ke depannya.
Baca juga: Pendekatan dalam penyelesaian sengketa tanah yang lebih efisien